Latar Belakang

Penanggulangan bencana dapat dilakukan secara terarah dan terpadu dapat dilakukan dengan melakukan penataan dan perencanaan yang matang. Hal ini terkait dengan kompleksitas permasalahan bencana. Penanggulangan yang dilakukan selama ini belum didasarkan pada langkah-langkah yang sistematis dan terencana, sehingga seringkali terjadi tumpang tindih dan bahkan terdapat langkah upaya yang penting tidak tertangani.

Indonesia secara umum dan Propinsi Aceh khususnya merupakan daerah yang rawan bencana, baik natural disarter (bencana alam), man-made disarter (bencana karena ulah manusia), maupun complex emergency (kedaruratan kompleks). Dari aspek natural dissarter, secara empirik Aceh memiliki empat kerawanan bencana geologi yang harus selalu diwaspadai. Empat kerawanan tersebut yakni gempa tektonik, tsunami, letusan gunung api, dan tanah longsor. Selain itu, bencana lain seperti angin puting beliung, banjir dan kerusuhan massa karena perubahan iklim politik sangat mungkin terjadi.

Berdasarkan informasi Pusat Penanggulangan Krisis di Indonesia, setiap kejadian bencana diiringi oleh krisis kesehatan, seperti korban massal, pengungsian, masalah pangan dan gizi terutama pada kelompok vulnerable (ibu dan bayi), masalah ketersediaan air bersih, masalah sanitasi lingkungan, gangguan vektor, penyakit menular, lumpuhnya pelayanan kesehatan, masalah Post Traumatic Stress, kelangkaan provider kesehatan, dan inkoordinasi di lapangan. Belum lagi masalah instabilitas, keamanan, isu-isu gender dan lain sebagainya.

Mitigasi dan Kesiap-siagaan merupakan salah satu tahapan yang sangat vital dalam manajemen bencana. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana mengamanatkan untuk melakukan upaya penanggulangan bencana secara tepat, cepat, berdasarkan prioritas, koordinasi, keterpaduan, berdaya guna, berhasil guna, transparansi, akuntabilitas, kemitraan dan pemberdayaan. Sebagai terobosan, maka Menkes mengeluarkan SK No. 406/Menkes/’SK/IV/2008 tanggal 25 April 2008 tentang Pembentukan Pemuda Siaga Peduli Bencana (DASIPENA).

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 juga mengamanatkan agar  setiap daerah dalam upaya penanggulangan bencana, mempunyai perencanaan penanggulangan bencana. Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana. Penyusunan rencana penanggulangan bencana yang dilakukan pada tahap prabencana meliputi : (a) Pencegahan bencana, (b) Pendidikan dan pelatihan, (c) Perencanaan penanggulangan bencana, (d) Pengurangan risiko bencana, (e) Persyaratan standar teknis penanggulangan bencana, dan (f) Persyaratan analisis risiko bencana.

Dengan demikian, Poltekkes Kemenkes Aceh merasa berkewajiban untuk menginisiasi Center of Excellent Pendidikan Management Bencana Poltekkes Aceh melalui kemitraan yang solid dengan institusi kesehatan dan non kesehatan lainnya (Dinas Sosial, BPBD, PMI, Crisis Center Provinsi) di lingkungan Program Studi Poltekkes Kemenkes RI Aceh. Poltekkes Kemenkes Aceh didukung oleh sumber daya manusia terdiri dari Dosen, Tenaga Kependidikan, Tenaga administrasi, Instruktur berjumlah 485 orang. Jumlah mahasiswa sampai dengan semester genap tahun 2016 ini berjumlah 3075.

Mengapa perlu ada pengembangan Center Of Excellent?

Sampai saat ini, di Aceh belum ada tempat pendidikan yang menjadi wadah pembelajaran majamenen bencana padahal wahana ini sangat diperlukan, apalagi mengingat Aceh merupakan daerah rawan bencana. Untuk itulah Poltekkes Aceh sebagai pencetak sumberdaya yang kompeten dibidang kesehatan dituntut untuk menghasilkan lulusan yang kreatif dan inovatif, dalam rangka menghadapi bencana.

Pertanyaan selanjutnya adalah, siapkah kita ???

Apakah lulusan Poltekkes ataupun lulusan manapun sudah siap siaga menghadapi ancaman bencana? Sejak dini, kita perlu menyadari bahwa kita hidup di wilayah rawan bencana. Kenyataan ini mendorong kita untuk mempersiapkan diri, keluarga, dan komunitas di sekitar kita. Kesiapsiagaan diri diharapkan pada akhirnya mampu untuk mengantisipasi ancaman bencana dan meminimalkan korban jiwa, korban luka, maupun kerusakan infrastruktur. Mulai dari mencetak lulusan yang siaga dalam menghadapi bencana,  kita dapat komunitas untuk membangun kesiapsiagaan, maupun pada saat menghadapi bencana dan pulih kembali pasca bencana.